Press "Enter" to skip to content


WALHI Sulsel: Banjir Lutra Bukan Bencana Alam, Ini Murni Bencana Ekologis!

Makassar, MP – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Muhammad Al Amin saat ini tengah mengidentifikasi beberapa hal terkait banjir bandang yang menerjanh Kota Masamba, Luwu Utara Sulsel.

“Jelas kelihatan terjadi penebangan hutan secara masif dan luas. Kemudian dilihat bagian atas, bagian hulu daerah hujan terjadi degradasi yang luar biasa,” kata Muhammad Al Amin.

Kendati demikian, menurut Amin ada beberapa yang diketahui terkait spot-spot pembukaan lahan hutan yang pihaknya menganggap hal tersebut sebagai salah satu faktor utama terjadinya banjir bandang.

“Bukan bencana alam, ini murni bencana ekologis yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Ia juga menuturkan bahwa jelas penampakan pada spot tersebut terlihat cenderung mirip dengan model pembukaan lahan untuk perkebunan kepala sawit.

Pada tahun 2018 lalu WALHI menemukan ada penebangan lahan hutan untuk penanaman sawit. Dan pada tahun 2019 pohon sawit yang tertanam mulai tumbuh.

“Pada tahun 2020 curah hujan yang tinggi menyebabkan longsor dan banjir bandang, sekira penyebab utamanya disebabkan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit dan tambang,” ungkapnya.

Untuk saat ini, WALHI tengah menelusuri perusahaan yang terlibat membuka lahan di pegunungan bagian hulu Luwu Utara.

Pihaknya akan mencari tahu terkait dikeluarkan tahun berapa dan siapa yang telah mengizinkan terbit.

“Kami baru dapatkan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit,” pungkasnya.

Yang dikatakan bencana ekologis ini yakni bencana yang disebabkan oleh pembukaan lahan, Amin menilai penting bagi penegak hukum dalam hal ini kepolisian daerah Sulsel untuk menyelidiki kegiatan pembukaan lahan yang ada di hulu Luwu Utara tersebut.

“Mengidentifikasi perusahaan-perusahaan apa saja, milik siapa, diterbitkan tahun berapa serta kajian lingkungannya seperti apa. Itu penting untuk dapat mengetahui apa penyebabnya,” ungkapnya.

Pihaknya juga menegaskan bahwa musibah bencana yang terjadi di Lutra tersebut seharusnya menjadi bahan pembelajaran baik Pemprov maupun pemerintah daerah untuk senantiasa menjaga eksistensi hutan terakhir di Sulsel, Luwu Utara.

“Kami pada 2 tahun terakhir ini terus berkampanye soal selamatkan rimbah terakhir Sulsel, Luwu Utara,” pungkasnya.

Analisis Kejadian

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati menyampaikan, berdasarkan hasil analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dua faktor penyebab banjir bandang Luwu Utara, yakni alam dan manusia.

Terkait curah hujan dengan intensitas tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease menjadi salah satu pemicu banjir bandang tersebut. Curah hujan lebih dari 100 mm per hari serta kemiringan lereng di bagian hulu DAS Balease sangat curam.

Desa Balebo yang dilewati DAS ini berada pada kemiringan lebih dari 45 persen. Selain faktor cuaca, kondisi tanah berkontribusi terhadap terjadinya luncuran material air dan lumpur.

Jenis tanah distropepts atau inceptisols memiliki karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam mudah longsor, yang selanjutnya membentuk bending alami atau tidak stabil. Kondisi ini mudah jebol apabila ada akumulasi debit air tinggi.

Faktor alam yang terakhir bahwa DTA banjir di Desa Balebo, Kecamatan Masamba berada pada kategori banjir limpasan tinggi sampai ekstrem, sedangkan DTA banjir di Desa Radda Kecamatan Baebunta dan Desa Malangke Kecamatan Malangke sebagian besar berada pada kategori banjir genangan tinggi.

Sedangkan faktor manusia, terpantau di lokasi adanya pembukaan lahan di daerah hulu DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit. Terkait dengan pembukaan lahan ini, salah satu rekomendasi dari KLHK yakni pemulihan lahan terbuka di daerah hulu.

Sebelumnya Kepala BNPB, Doni Monardo juga tekah melakukan peninjauan ke lokasi banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara melalui udara kemudian melakukan peninjauan di Desa Radda.

Pihaknya menuturkan bahwa dugaan atau analisa sementara, pertama curah hujan yang sangat besar, sebab tercatat intesitas hujan antara 250 sampai 300 mm dalam waktu yang sangat singkat tanggal 12 dan tanggal 13 Juli 2020.

Kemudian kedua, melihat ada sebagian dari Gunung Lero dan Gunung Maganrang bagian selatan mengarah Kota Masamba itu terkupas.

“Kalau itu sudah lama, biasanya pasti melihat ada tutupan sebagian dengan tanaman perdu misalnya, tanaman rambat misalnya. Tetapi kita perhatikan jarak jauh itu belum ada tutupan artinya itu masih baru,” jelasnya.

Jika kejadian ini akibat curah hujan yang terjadi pada tanggal 12-13 Juli tersebut akan dan sedang dilakukan analisa oleh tim BNPB yang sudah ditugaskan bersama tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan juga beberapa kementerian lembaga yang lain.

“Sehingga mendapatkan kesimpulan nanti apa yang menjadi penyebab utama,” tegasnya.

Kemudian faktor yang lain adalah kawasan pegunungan tersebut adalah jenis bebatuan yang relatif gampang longsor.

Sehingga ini menjadi catatan agar seluruh pemeritah, baik kabupaten dan provinsi agar daerah- daerah yang berada di wilayah kawasan bantaran sungai.

Terutama yang padat pemukiman penduduk sudah harus difikirkan mitigasinya. Agar kasus ini tidak terulang dan tidak lagi menimbulkan korban.

“Ibu Bupati (Indah Putri Indriani) mengatakan tahun 1982 awal itu juga pernah terjadi peristiwa seperti ini, hanya korbanyanya tidak sebanyak seperti ini,” ungkapnya.

Pusat Studi Kebencanaan Unhas: Dipicu Pembukaan Lahan di Hulu

Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) menyebut potensi bencana sudah dilajukan kajian 2017 dan 2019 dikemukakan.

Pandangan terjadinya longsor akibat pembukaan lahan di wilayah hulu tersebut salah satunya dipaparkan Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Prof. Dr.Eng. Ir. Adi Maulana, ST.M.Phil dalam catatannya berjudul ‘Duka Untuk Masamba’ pada Rabu 15 Juli 2020.

Guru Besar Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin ini menjelaskan, terdapat setidaknya 3 sungai besar dan beberapa sungai kecil yang mengalir memotong daerah Masamba dari utara ke selatan.

Bupati Tepis Adanya Izin Pembukaan Lahan Tambang

Sementara Bupati Lutra, Indah telah menepis kajian terkait penyebab banjir bandang yang katanya akibat adanya penambangan wilayah hulu yang mengakibatkan longsor.

Namun, Indah memastikan bahwa tidak adanya izin dari Pemkab Lutra untuk pembukaan lahan di wilayah tersebut.

“Tidak ada sama sekali pembukaan lahan sebagaimana informasi yang beredar selama ini, bahwa ada bangunan, ada izin tambang. Kami bisa pastikan bahwa tidak ada izin perkebunan dan tambang di wilayah hulu sungai ini (Sungai Masamba dan Sungai Radda),” jelas Bupati Indah.

Sebelumnya Pemda Lutra memang telah mengeluarkan izin usaha perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) kelapa sawit yang telah mendapatkan izin berinvestasi di Kabupaten Luwu Utara sebanyak tiga perusahaan.

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Kasmar Matano Persada diresmikan langsung oleh Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, Selasa (18/2/2020) lalu.

Kehadiran PKS PT. Kasmar Matano Persada ini melengkapi dua PKS yang lebih dulu beroperasi pada 2017 PT. Jas Mulia dan 2019 PT. Surya Sawit Sejahtera.