Operasi Pencarian Korban Banjir Lutra Ditutup, 9 Orang Masih Dinyatakan Hilang

Devi Trisnawati

Luwu Utara, MP – Operasi pencarian korban banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan resmi dihentikan sejak Sabtu, (25/7/2020) lalu. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lutra Muslim Muhtar.

“Sekarang tahapannya semua untuk pemulihan dan perbaikan infrastruktur yang terdampak. Tim SAR gabungan sudah ditarik, dan yang bertahan tetap standby ada tim SAR dari Palopo,” kata Muslim kepada awak media, Senin (27/7/2020).

Tim SAR gabungan di bawah komando Basarnas memulai operasi pencarian dan evakuasi korban sejak banjir pada Senin (13/6) lalu.

Selama tiga belas hari operasi, tim telah menemukan 38 korban meninggal dunia. Empat di antaranya masih menunggu hasil identifikasi dari tim DVI Bidokkes Polda Sulsel.

BACA:  Kapolri Kirim 30 Ton Beras untuk Korban Banjir Bandang di Luwu Utara

Kini operasi pencarian telah ditutup meskipun masih ada sembilan orang korban belum ditemukan. Terkait hal tersebut, Muslim mengatakan, pihaknya tetap membuka posko pengaduan bagi korban yang belum ditemukan meski operasi sudah berakhir.

“Jadi makanya kita siapkan beberapa petugas yang standby di sana. Kalau dari kami ada tim reaksi cepat (TRC) berkoordinasi dengan tim SAR Palopo juga. Kalau suatu waktu ada informasi lanjutan kita lanjutkan proses pencarian dan evakuasi lagi,” ungkap Muslim.

Kendala Evakuasi

Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPBD Sulsel Ni’mal Lahamang mengatakan bahwa sejumlah kendala yang ditemukan tim gabungan, sepanjang proses evakuasi dan pencarian korban bencana di Luwu Utara.

Untuk kendala yang pertama yaitu adanya keterbatasan alat berat seperti eskavator dan truk pengangkut material bencana.

BACA:  400 Unit Huntara untuk Korban Banjir Mulai Dibangun, Target Selesai dalam 1 Bulan

“Itu untuk membuka akses jalur yang tertimbun material lumpur,” tutur Ni’mal.

Bukan hanya itu saja, keterbatasan kendaraan operasional dalam mendistribusikan logistik dan relawan di lokasi tersebut juga menjadi kendala saat pencarian korban. Menyusul sebaran pengungsi yang cukup banyak dan berpindah, dianggap menyulitkan pendataan para penyintas.

“Rusaknya saluran PDAM dan mengakibatkan sulitnya mendapat distribusi air bersih,” tambahnya.

Selain itu, tim juga telah mencatat kekurangan ketersediaan dapur umum bagi warga terdampak. Hingga kesulitan untuk mendistribusikan bantuan ke daerah terdampak yang terilosir.

“Masih terdapat beberapa titik pengungsi yang kurang mendapatkan batuan logistik. Karena akses jalan yang masih sulit dilalui selain kendaraan roda dua,” katanya.

BACA:  WALHI Sulsel: Banjir Lutra Bukan Bencana Alam, Ini Murni Bencana Ekologis!

BPBD Sulsel mencatat jumlah korban terdampak bencana di Lutra mencapai 3.627 kepala keluarga atau 14.483 jiwa. Seluruhnya kini tengah mengungsi di tiga kecamatan yang jadi lokasi paling terdampak parah, yakni Kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunta dan Kecamatan Masamba.

“Kecamatan lainnya masih dalam pendataan, seperti Kecamatan Baebunta Selatan, Kecamatan Malangke dan Kecamatan Malangke Barat. TRC BPBD dan pemerintah kecamatan masih melakukan asessment data pengungsi untuk setiap kecamatan yang terdampak,” ujar Ni’mal.

Sementara, untuk saat ini pemerintah daerah setempat tengah berupaya untuk memulihkan kondisi. Sejumlah infrasatruktur yang rusak, bertahap sementara diperbaiki. Seperti jalan penghubung antar kecamatan hingga jalur Trans Sulawesi.

Kabar Terkait